Essensialisme
pertama-tama muncul pada awal tahun 1930, yang dipelopori oleh William C Bagley, Isaac L
Kandel dan Frederick Breed. Dan pada tahun 1938
mereka mendirikan organisasi
dalam bentuk komite esensialis untuk pertimbangan pendidikan di Amerika.
Organisasi utama kedua didirikan pada tahun 1950an berupa Dewan Pendidikan
Dasar di Amerika dengan juru bicara Himpunan
organisasi ini adalah Mortimer Smith dan Arthur Bestor. [1]
Esensialisme merupakan
suatu aliran filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan
sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah yang
penuh fleksibilitas, terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu sehingga pendidikan seperti ini cenderung mengabaikan
kurikulum yang telah ditentukan dan yang menjadi tradisi sekolah. Oleh karena
itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan, memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Para esensialis berpendapat bahwa
pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada anak harus memiliki nilai esensial
dan juga harus memusatkan perhatian kepada kurikulum yang dirancang untuk
menanamkan keterampilan-keterampilan dasar yang seharusnya dimiliki oleh anak.
Kalangan esensialis setuju
dengan penilaian kalangan perenialis bahwa praktek kependidikan progresif
terlalu “lembek” karena dalam upayanya menjadikan belajar sebagai sebuah
kesungguhan usaha yang tanpa “derita”. Ia menjauh dari persoalan-persoalan
dasar kependidikan. Contohnya, dalam penguasaan “alat-alat” belajar 3R
(Reading, Writing, dan Aritmatik) adalah kemampuan dasar membaca, menulis dan
berhitung.
Esensialisme, yang
memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur atau
budaya kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus
diberikan di sekolah-sekolah kepada para
siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin.
Esensialisme,
seperti halnya perenialisme dan progresivisme bukan merupakan suatu aliran
filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, melainkan
merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan
progresivisme. Dalam pemikiran pendidikannya memang pada umumnya didasari atas
filsafat Idealisme dan realisme yang membentuk corak essensialisme. Dua aliran
ini bertemu sebagi pendukung essensialisme
akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang
utama pada dirinya masing-masing.[2]
Beberapa tokoh yang
berperan dalam penyebaran aliran essensialisme dan sekaligus
memberikan pola dasar pemikiran esensialisme dalam pendidikan adalah[3]:
1. George
Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa
antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan
landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai
sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat
kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan
pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir
dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan
semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari
gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
2. George
Santayana
Santayana memadukan antara aliran idealisme dan
aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak
dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan
pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme
menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa
pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri
(memilih, melaksanakan).
- Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada
akhir abad ke 15 dan permulaan abad ke 16, adalah tokoh pertama yang
menolak pandangan hidup yang berpijak pada “dunia lain”. Ia berusaha agar
kurikulum disekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional
sehingga dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat
- Johann Amos Cornenius (1592-1670), tokoh Renaissance
yang pertama berusaha mensisitematiskan proses pengajaran. Ia memiliki
pandangan realis yang dogmatis dan karena dunia ini dinamis dan bertujuan
maka tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan
kehendak Tuhan.
- John Locke (1632-1704), tokoh dari Inggris dan
populer sebagai “pemikir dunia” mengatakan bahwa pendidikan hendaknya
selalu dekat situasi dan kondisi. Ia juga memiliki sekolah kerja untuk
anak-anak miskin.
- Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), mempunyai
kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga
pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia
percaya akan hal-hal transedental dan manusia mempunyai hubungan
transedental langsung dengan Tuhan.
- Johann Friederich Frobel (1782-1852) seorang tokoh
transendental pula yang corak pandangannya bersifat kosmissintetis dan
manusia adal;ah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini.
Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti ketentuandari hukum-hukum alam.
Terhadap pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi
kreatif dan tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah
kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah kejadiannya.
- Johann Fiedrich Herbart (1776-1841) salah seorang
murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang
Mutlak berarti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan ini pula yang
disebut “pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian tujuan
pendidikan.
- Tokoh terakhir dari Amerika Serikat William T Harris
(1835-1909) pengikut Hegel, berusaha menerapkan idealisme objektif pada
pendidikan umum. Menurut dia bahwa tugas pendidikan adalah mengizinkan
terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan
spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai
yang turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang
kepada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar