PRAGMATISME MENURUT JOHN DEWEY
A. PENDAHULUAN
Pada abad ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme memandang bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal), sedang empirisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah empiri, atau pengalaman manusia dengan menggunakan panca inderanya. Aliran empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pragmatisme?
2. Bagaimana pragmatisme menurut John Dewey?
3. Apa sajakah kritik tehadap pragmatisme?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani, dari kata ‘pragma’ , yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekan¬kan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal membawa akibat praktis. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki fungsi dan kegunaan bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu :
(1) Menolak segala intelektualisme.
(2) Menolak absolutisme.
(3) Meremehkan logika formal.
B. Pragmatisme Menurut John Dewey
Filosof yang terkenal sebagai tokoh filasafat pragmatisme adalah William James, Charles Pierce dan John Dewey. Akan tetapi makalah ini hanya mengulas mengenai pragmatisme menurut John Dewey.
John Dewey (1859-1952 M). Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Sebagai pengikut filasafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Menurutnya, tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. Oleh karena itu, berfikir merupakan alat (instrument) untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil-tidaknya mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui arti yang sebenarnya adalah metode induktif.
John Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
1. Temporalisme : ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
2. Futurisme : melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.
3. Milionarisme :dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini pula yang dianut oleh William James.
John Dewey mengembangkan lebih jauh dari Pengembangkan Pragmatisme James. Jika James mengembangkan Pragmatisme untuk memecahkan masalah-masalah individu, maka Dewey mengembangkan Pragmatisme dalam rangka mengarahkan kegiatan intelektual untuk mengatasi masalah sosial yang timbul di awal abad ini. Dewey menggunakan pendekatan biologis dan psikologis, berbeda dengan James yang tidak menggunakan pendekatan biologis. Dewey menerapkan Pragmatismenya dalam dunia pendidikan Amerika dengan mengembangkan suatu teori problem solving, yang mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :
1. Merasakan adanya masalah.
2. Menganalisis masalah itu, dan menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin.
3. Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah.
4. Memilih dan menganalisis hipotesis.
5. Menguji, mencoba, dan membuktikan hipotesis dengan melakukan eksperimen
2. Menganalisis masalah itu, dan menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin.
3. Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah.
4. Memilih dan menganalisis hipotesis.
5. Menguji, mencoba, dan membuktikan hipotesis dengan melakukan eksperimen
Meskipun berbeda-beda penekanannya, tetapi ketiga pemikir utama Pragmatisme menganut garis yang sama, yakni kebenaran suatu ide harus dibuktikan dengan pengalaman.
Demikianlah Pragmatisme bergerak dan menggurui dunia, bahwa yang benar itu hanyalah yang mempengaruhi hidup manusia serta yang berguna dalam praktik dan dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Demikianlah Pragmatisme bergerak dan menggurui dunia, bahwa yang benar itu hanyalah yang mempengaruhi hidup manusia serta yang berguna dalam praktik dan dapat memenuhi kebutuhan manusia.
C. Kritik Terhadap Pragmatisme
Kekeliruan Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran :
a. Kritik dari Segi Landasan Ideologi
Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar yakni memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan Pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Empirisme. Dengan demikian, dalam konteks ideologis, Pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.
b. Kritik dari Segi Metode Berpikir
Pragmatisme yang tercabang dari empirisme nampak jelas menggunakan metode ilmiah, yang dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang pemikiran, baik yang berkenaan dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial. Ini adalah suatu kekeliruan.
Metode ilmiah adalah metode tertentu untuk melakukan pembahasan/pengkajian untuk mencapai kesimpulan pengertian mengenai hakekat materi yang dikaji, melalui serang¬kaian percobaan/eksperimen yang dilakukan terhadap materi. Memang, metode ini merupakan metode yang benar untuk objek-objek yang bersifat materi/fisik seperti halnya dalam sains dan teknologi. Tetapi menjadikan metode ilmiah sebagai landasan berpikir untuk segala sesuatu pemikiran adalah suatu kekeliruan, sebab yang seharusnya menjadi landasan pemikiran adalah metode aqliyah / rasional, bukan metode ilmiah. Sebab, metode ilmiah itu sesungguhnya hanyalah cabang dari metode aqliyah. Argumen yang mendasari sebagaimana disebutkan oleh Taqiyuddin An Nabhani adalah :
a. Bahwa untuk melaksanakan eksperimen dalam metode ilmiah, tak dapat tidak pasti dibutuhkan informasi-informasi sebelumnya. Dan informasi sebelumnya ini, diperoleh melalui metode aqliyah, bukan metode ilmiah. Maka, metode aqliyah berarti menjadi dasar bagi adanya metode ilmiah.
b. Bahwa metode ilmiah hanya dapat mengkaji objek-objek yang bersifat fisik atau material yang dapat diindera. Dia tidak dapat digunakan untuk mengkaji objek-objek pemikiran yang tidak terindera seperti sejarah, bahasa, logika, dan hal-hal yang ghaib. Sedang metode aqliyah, dapat mengkaji baik objek material maupun objek pemikiran. Maka dari itu, metode aqliyah lebih tepat dijadikan asas berpikir, sebab jangkauannya lebih luas daripada metode ilmiah.
Atas dasar dua argumen ini, maka metode ilmiah adalah cabang dari metode aqliyah. Jadi yang menjadi landasan bagi seluruh proses berpikir adalah metode aqliyah, bukan metode ilmiah, sebagaimana yang terdapat dalam pragmatisme.
c. Kritik Terhadap Pragmatisme Itu Sendiri
Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki pragmatisme baru dapat dibuktikan setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat.
D. KESIMPULAN
.
- Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey. Mereka berdualah yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang, karena di Amerika Serikat pragmatisme mendapat tempat tersendiri dengan melekatnya nama John Dewey sebagai tokohnya, disamping William James.
- Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesauatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata
- Kritik terhadap pragmatisme, antara lain :
1)Kritik dari segi landasan ideologi.
2)Kritik dari segi metode berfikir.
3)Kritik terhadap pragmatisme itu sendiri.
· Instrumentalisme =
1) Temporalisme : ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
2) Futurisme : melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.
3) Milionarisme :dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Juhaya S. Praja, Prof., Dr.,2003, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta : Prenada Media.
2. Syadali Ahmad Mudzakir, Drs., dkk., 1997, Filsafat Umum, Bandung : CV. Pustaka Setia:
3. Hadiwijono Harun, 2007, Sari sejarah filsafat 2, Yogyakarta : Kanisius.
4. Richarrd T. Nolan., dkk, 1984, Persoalan persoalan filsafat, Jakarta : P.T Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar