Selasa, 27 Desember 2011

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM


KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM




                                                                               BAB I
PENDAHULUAN

Sebenarnya, setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap seluruh metafisik dirinya. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya  Tugas tugas kekhalifahan tersebut mengharuskan setiap manusia melakukan interaksi terhadap sesamanya sesuai dengan hakikat dirinya sebagai makhluq social. Dalam kebersamaan manusia dapat mewujudkan kerjasama dan aktualisasi sebagai individu yang diantaranya melalui kegiatan kepemimpinan. Kepemimpinan dari sudut agama Islam secara sederhana oleh setiap pemimpin harus dijalankan sebagairangkaian kegiatan atau proses menyeru agar orang lain di lingkungan masing masing menjadi mausia beriman,menyeru dengan mendorong atau membimbing agar berusaha meningkatkan keimanannya.
Umat Islam memerlukan pengorganisasian dengan kepemimpinan yang beriman untuk mempersatukannya agar menjadi kekuatan yang terarah pada perwujudan kegiatan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Bersatu sebagai ummat yang kuat dengan daya tahan dan daya tangkal spiritual dan material yang ampuh terhadap kekafiran dan kekufuran. Untuk itu dari generasi ke generasi ummat Islam memerlukan pemimpin pemimpin yang berkualitas berdasarkan keteladanan Rasulullah SAW yang merupakan perwujudan kepemimpinan Allah SWT secara konkrit.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI KEPEMIMPINAN
Untuk memahami pengertian kepemimpinan secara empiris akan dimulai dari pengertian secara terminology. Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata pimpin, dengan mendaapat awalan me- menjadi memimpin maka berarti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing. Perkataan memimpin bermakna sebagai kegiatan sedang yang melaksanakannya disebut pemimpin.  Dari pengertian segi terminology tersebut dapat di identifikasi beberapa gejala berikut ini :
1.      Dalam kepemimpinan selalu berhadapan dua belah pihak. Pihak yang dipimpin dan memimpin.
2.      Kepemimpinan merupakan gejala social yang berlangsung sebagai interaksi antar manusia di dalam kelompoknya.
3.      Kepemimpinan sebagai perihal kegiatan memimpin berisi kegiatan menuntun, membimbing memandu,mengepalai agar orang orang yang dipimpin dapat mengerjakannya sendiri.
Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela. Dalam bahasa Inggris pemimpin disebut leader, kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership. Khalifah berarti pengganti atau wakil menyentuh juga maksud yang terkandung dalam kata Amir (jamaknya Umara) disebut juga penguasa. Oleh karena itu kedua perkataan tersebut dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin yang berkonotasi sebagai pemimpin formal. Konotasi tersebut terlihat pada bidang yang dijelajahi di dalam tugas pokoknya yang menyentuh tidak saja aspek keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat tapi juga aspek pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak dapat disangkal maksud khalifah dalam Al Qur’an mencakup pula maksud Allah SWT untuk menyatakan pemimpin yang bersifat nonformal. Firman-Nya dalam QS. Al Baqarah 30
Firman tersebut tidak sekedar menunjukkan pada para khalifah pengganti Rasulullah SAW, tetapi adalah penciptaan nabi Adam dan anak cucunya dan dibebani tugas untuk memakmurkan bumi dan beramar makruf nahi munkar.
Dari beberapa istilah tadi, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup jamaah (kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau kelompoknya (ashobiyah).

B.     KEPEMIMPINAN ISLAM
Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat. Bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, harus dibentuk ‘majelis fukaha’.”
Sesungguhnya, dalam Islam, figur pemimpin ideal yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik, bahkan menjadi rahmat bagi manusia (rahmatan linnas) dan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin) adalah Muhammad Rasulullah Saw., sebagaimana dalam firman-Nya :
Kepemimpinan Muhammad SAW tidak dapat dan tidak patut diberi nomor urut dalam rentetan kepemimpinan manusia biasa,karena hingga kini kepemimpinan Rasulullah SAW-lah yang masih bergema secara murni hingga akhir zaman. Kepemimpinan Rasulullah SAW, utusan Allah SWT bagi hamba hambanya berdasarkan kondisi yang dihadapi pada masa itu dapat dibedakan menjadi ;
    1. Kepemimpinan menghadapi kekuatan yang mengancam dan menindas. Dalam keadaan tersebut kepemimpinan dijalankan untuk bertahan dan membina serta mengayomi umat Islam agar tetap dalam keimanan meskipun kehidupannya terancam.
    2. Kepemimpinan dalam kondisi peperangan. Kepemimpinan diwujudkan dalam bentuk mengatur strategi dan siasat maupun taktik serta memotivasi agar bersemangat dalam mencapa tujuan.
    3. Kepemimpinan dalam suasana damai yang diliputi persaudaraan antar manusia yang beriman. Kepemimpinan berlangsung untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam sehingga tumbuh dan berkembnag kerja sama dalam arti tolong menolong dalam amal dan kebaikan.
    4. Kepemimpinan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat yang mendiami wilayah yang tandus, dengan perilaku pemimpin hidup sederhana dan keprihatinan, demi kesejahteraan umat islam secara keseluruhan.
    5. Kepemimpinan untuk mewujudkan kerja sama dengan bangsa lain terutama dalam bangsa yang penduduknya telah berhasil diajak untuk memeluk Islam. Politil luar negeri ini diwujudkan dengan pengangkatan gubernur yang terdiri dari umat islam yang beriman agar mampu melaksanakan kepemimpinan berdasarkan petunjuk dan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. 
Demikian juga jika kita lihat dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan) di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat.
Sebenarnya, setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap seluruh metafisik dirinya. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw., yang maknanya sebagai berikut :“Ingatlah! Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, wanita adalah pemimpin bagi kehidupan rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Ingatlah! Bahwa kalian adalah sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya,” (Al-Hadits)
Pemimpin menjadi salah satu pilar penting dalam upaya kebangkitan ummat. Islam yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep hidup) paling teratur dan sempurna dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia, telah menunjukkan nilainya yang universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh komponen ummat (Qs. 21 : 92).
            Selanjutnya jika dihuubungkan dengan tipe tipe kepemimpinan maka berikut identifikasi kepemimpinan Rasulullah SAW :
Ø  Kepemimpinan otoriter
Adalah tipe kepemimpinan yang sangat memaksakan dan mendesak.  Rasulullah SAW merupakan pemimpin yang sangat kerasa dalam mnghadapi orang orang kafir, dalam memberikan hukuman serta tuntutan Allah SWT lainnya. Tidak ada yang boleh dibantah jika telah diwahyukan Allah SWT. Otoriter mutlak adalah hak Allah SWT. Tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan pemberian saran, pendapat, kreativitas dan inisiatif sehingga berarti suatu perintah harus dilaksanakan dan suatu laranag harus ditinggalkan.
Ø  Kepemimpinan laissez faire
Dalam menyeru umat Islam terlihat kepemimpinan Rasulullah SAW yang bersifat laissez faire (bebas). Beliau tidak memaksa dengan kekerasan, setiap manusia diberi kebebasan memilih agama yang akan dipeluknya. Rasulullah hanya menyeru dan memperingatkan, keberuntungan bagi yang mendengarnya dan kerugian bagi yang menolaknya.
Demikianlah kepemimpinan  laissez faire yang ditunjukkan rasulullah SAW, namun apabila seseorang telah menyatakan dirinya beriman, maka kepemimpinannya berkembang menjadai bersifat konsultatif, pengayoman dan kharismatik. 
Ø  Kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan Rasulullah SAW yang demokratis namapk pada kegandrungan beliau mengadakan musyawarah, terutama dalam menghadapi masalah yang belum ada ketemnutannya dalam wahyu Allah SWT. Haka seseorang dalam mengemukakan pendapat sangatlah dihormati, akan tetapi jika telah sampai pada kesepakatan maka setianp anggota musyawarah harus mentaati dan mengikuti kesepakatan tersebut. Disamping itu beliau juga memberikan kempatan pada seseorang yang diperlakukan tidak adail untuk membela diri.

C. PENINGKATAN KUALITAS KEPEMIMPINAN UMAT ISLAM
Kepemimpinan adalah bagian dari kegiatan kehidupan manusia yang digerakkan Allah SWT, yang harus disyukuri dan ditingkatkan kualitasnya. Bersamaan dengan itu setiap pemimpin yang beriman akan selalu berusaha pula meningkatkan kualitas kehidupan sebagai pemberian Allah SWT yang sangat berharga, tidak saja bagi dirinya tapi juga bagi seluruh orang yang dipimpinnya.
Peningkatan kualitas kepemimpinan di lingkungan umat Islam pangkalnya terletak pada peningkatan iman yang mendasari kehendak untuk berbuat amal kebaikan bagi orang lain. Pada giliran berikutnya peningkatan kepemimpinan harus ditempuh melalui usaha untuk mengembangkan kemampuan berfikir dengan tetap berada dalam kendali iman, diiringi dengan kemampuan untuk mengkomunikasikannya sehingga nantinya ia dapat menyeleesaikan masalah secara efektif dan bersifat aplikatif.
  1. Berpikir efektif dalam menetapkan keputusan
Allah SWT memerintahkan manusia untuk memikirkan segala sesuatau yang ada di langit dan di bumi termasuk  dirinya sendiri. Pemimpin yang beriman harus menggunakan proses berpikirnya secara efektif akan tetapi tetap dalam kendalu iman atau ketaqwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Berfikir efektif yang dimaksud adalah berfikir yang logis, kritis, kreatif dan produktif. Selanjutnya diharapka kemampuan dan proses berpikir efektif itu benar benar diwujudkan dan didayagunakan untuk mecapai tujuan Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pendayagunaan kemampuan dan proses berpkir itu diharpkan dapat menunaikan janji dan sumpah bahwasanya “Ibadahnya, hidupnya dan matinya semata mata untuk Allah SWT” 
  1. Mengkomunikasikan hasil berpikir
Setiap pemimpin memerlukan kemampuan dan ketrampilan untuk menyampaikan stiap gagasan, prakarsa, pendapat maupun perintah sebagi bagian dari hasil berpikirnya, karena hasil berpikir seorang pemimpin tidak akan ada artinya dalam usaha memotivasi dan menggerakkan pengikut suatu organisasi jika tidak dikomunikasikan secara efektif.
Dalam firman Allah SWT tersebut jelas terlihat bahwasanya dalam mengkomunikasikan hhasil berpikir seorang pemimpin harus mampumenggunakan perkataan sebaik baiknya dalam artian sopan, bermakna efisien dan efektif, mampu menggambarkan maksud darikeputusan yang merupakan hasil berpikir serta tidak membuat orang lain tersinggung sehingga memicu rusaknya silaturahmi.
  1. Meningkatkan partisipasi dan pemecahan masalah 
Pemimpin yang berkualitas mampu membina dan mengembangkan kerjasama dilingkunagn orang orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu pemimpin yang berkualitas bukan pemimpin yang senang bekerja sendiri akan tetapi yang sadar akan efisiensi proses kerja sama antar sejumlah manusia ynag menjadi anggotanya.
Kemampuan mewujudkan dan membina kerjasama itu pada dasarnya berarti mampu medorong dan memanfaatkan partisipasi anggota organisasi secara efekti dan efisien. Partisipasi tersebut penting karena berhubungan dengan penggunaan kemampuan berpikir. Dengan partisipasi anggota dalam memecahkan masalah dan lain sebgainya maka akan tumbuh dan berkembang rasa memiliki (sense of belonging) dan perasaan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility). Oleh arena itu pemimpin yang berhasil harus mampu berinteraksi secara positif dengan bawahannya.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pemimpin adalah orang yang ditugasi atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup jamaah (kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau kelompoknya (ashobiyah).


DAFTAR PUSTAKA
Nawawi Hadari, 1993, Kepemimpinan menurut Islam, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
Riberu, 1992, Dasar Dasar Kepemimpinan, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya
Ahmadi, Sofyan,  2006, Islam on Leadership, Jakarta, Lintas Pustaka
Achyar, Zein, 2008, Prophetic Leadership Kepemimpinan para Nabi, Bandung, Madani Prima


Tidak ada komentar:

Posting Komentar